MataKuliah.info

MataKuliah.info


Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi

Posted: 20 Oct 2011 03:58 AM PDT

Ini adalah materi untuk membuat makalah tentang Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi.
Ikuti langkah-langkah membuat makalah seperti contoh makalah lain yang sudah di postkan secara komplit disini…

Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi

TESIS bahwa pendidikan memberi kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi telah menjadi kebenaran yang

bersifat aksiomatik. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah membuktikan keabsahan tesis itu.

Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

MEMASUKI abad ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk knowledge-based economy tampak kian dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal. Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang. Sebagai ilustrasi, Jepang adalah negara Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul negara-negara Asia Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan.

Melalui artikel ini penulis bermaksud mencermati kontribusi pendidikan terhadap pembangunan ekonomi dengan melihat perbandingan antara Korea mewakili Asia serta Kenya dan Zimbabwe mewakili Afrika. Pilihan tiga negara ini menarik karena semula Korea, yang secara ekonomi tertinggal, ternyata mampu mengungguli dan kemudian meninggalkan kedua negara Afrika itu. Beberapa indikator ekonomi makro menunjukkan perubahan amat signifikan antara ketiga negara berbeda benua itu. Yang-Ro Yoon, seorang peneliti ekonomi Bank Dunia, dalam Effectiveness Born Out of Necessity: A Comparison of Korean and East African Education Policies (2003), mengemukakan sejumlah temuan menarik berdasarkan observasi di tiga negara itu. Pada dekade 1960-an GNP per kapita Korea hanya 87 dollar AS, sementara Kenya 90 dollar AS. Memasuki dekade 1970-an GNP per kapita Korea mulai meningkat menjadi 270 dollar AS, namun masih lebih rendah dibanding Zimbabwe yang telah mencapai 330 dollar AS.

Indikator lain seperti gross savings rate (persentase terhadap GDP) juga menunjukkan, Korea lebih rendah dibanding kedua negara Afrika itu. Pada pertengahan 1970-an, gross savings rate masing-masing negara adalah: Korea 8 persen, Kenya 15 persen, dan Zimbabwe 14 persen.

Meski demikian, dalam hal pembangunan pertanian Korea relatif lebih unggul. Sektor pertanian memberi sumbangan terhadap GDP sebesar 37 persen di Korea, 35 persen di Kenya, dan 20 persen di Zimbabwe.

Memasuki dekade 1980-an, pembangunan ekonomi di Korea berlangsung amat intensif dan pesat. Bahkan antara periode 1980 dan 1996 dapat dikatakan sebagai masa keemasan saat negeri gingseng itu mampu melakukan transformasi ekonomi secara fundamental. Pada tahun-tahun itu pertumbuhan ekonomi Korea melesat jauh meninggalkan Kenya dan Zimbabwe.

Pada tahun 1996 GNP per kapita Korea telah mencapai 10,600 dollar AS (meski lalu menurun menjadi 7.980 dollar AS tahun 1998 saat terjadi krisis moneter). Sedangkan GNP per kapita Kenya dan Zimbabwe masing-masing 320 dollar AS dan 610 dollar AS.

Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada gross savings rate yakni 36 persen di Korea, 12 persen di Kenya, dan 17 persen di Zimbabwe. Pertumbuhan ekonomi Korea yang mengesankan ini terkait keberhasilan dalam menurunkan angka pertumbuhan penduduk selama tiga dekade: dari 2,7 persen tahun 1962 menjadi 0,9 persen pada 1993.

Sementara pertumbuhan penduduk di Kenya justru meningkat dari 3,2 persen tahun 1965 menjadi 4,2 persen tahun 1980, meski kemudian menurun menjadi 2,6 persen pada tahun 1995.

Tidak diragukan lagi, salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di Korea adalah komitmen yang kuat dalam membangun pendidikan. Berbagai studi menunjukkan, basis pendidikan di Korea memang amat kokoh. Pemerintah Korea mengambil langkah-langkah ekspansif antara 1960-an dan 1990-an guna memperluas akses pendidikan bagi segenap warga negara. Program wajib belajar pendidikan dasar (universal basic education) sudah dilaksanakan sejak lama dan berhasil dituntaskan tahun 1965, sementara Indonesia baru mulai tahun 1984. Sedangkan wajib belajar jenjang SLTP berhasil dicapai tahun 1980-an; dan jenjang SLTA juga hampir bersifat universal pada periode yang sama. Yang menakjubkan, pada jenjang pendidikan tinggi juga mengalami ekspansi besar-besaran; lebih dari setengah anak-anak usia sekolah pada level ini telah memasuki perguruan tinggi.

Komitmen Pemerintah Korea terhadap pembangunan pendidikan itu tercermin pada public expenditure. Pada tahun 1959, anggaran untuk pendidikan mencapai 15 persen dari total belanja negara, guna mendukung universal basic education dan terus meningkat secara reguler menjadi 23 persen tahun 1971. Setelah program ini sukses, Pemerintah Korea mulai menurunkan anggaran pendidikan pada kisaran antara 14 sampai 17 persen dari total belanja negara atau sekitar 2,2 sampai 4,4 persen dari GNP. Menyadari bahwa pendidikan dasar merupakan bagian dari public good, tercermin pada social return lebih tinggi dibanding private return, maka Pemerintah Korea mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dasar jauh lebih besar dibanding level menengah dan tinggi.

Penting dicatat, selain faktor basis pendidikan yang lebih kuat, kelas menengah ekonomi di Korea juga terbentuk dengan baik dan mapan. Pada dekade antara 1960-an dan 1980-an, kalangan pengusaha Korea telah membangun hubungan dagang dan membuka akses pasar ke negara-negara kawasan seperti Jepang, bahkan telah menyeberang ke Amerika dan Eropa.

Korea sukses melakukan inovasi teknologi (otomotif dan elektronik) karena memperoleh transfer teknologi melalui hubungan dagang dengan negara-negara maju tersebut.

Bercermin pada pengalaman Korea, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan nasional. Investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial.

Untuk itu, investasi di bidang pendidikan harus didukung pembiayaan memadai, terutama yang diperuntukkan bagi penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Mengikuti agenda Millenium Development Goals (MDGs), tahun 2015 Pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa seluruh anak usia sekolah dasar akan memperoleh pendidikan dasar.

Bersamaan dengan itu, akses ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga harus diperluas, guna mendukung upaya menciptakan knowledge society yang menjadi basis akselerasi pembangunan ekonomi di masa depan.

Amich Alhumami peneliti di Research Institute for Culture and Development, Jakarta
Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/03/opini/1724824.htm

Peran strategis lembaga keuangan Mickro dalam mendukung pembangunan perumahan

Posted: 19 Oct 2011 03:58 PM PDT

    Pembicaraan Kredit Mikro kedalam pembiayaan perumahan mengawali babak baru pemikiran untuk mencoba lembaga keuangan mikro dibawa pada arus pembiayaan jangka menengah panjang yang berbeda dengan tradisi LKM yang hidup dari pembiayaan jangka pendek. Kita sadar setiap langkah baru selalu tidak mudah, tetapi yang dapat dipastikan langkah baru juga memberikan peluang baru dan harapan baru. Mengingat catatan di muka pada kesempatan ini akan dikupas "tiga catatan penting", Mengapa kita ingin membawa LKM pada pembiayaan perumahan atau mengajak LKM menciptakan produk jasa keuangan yang bernama pembiayaan perumahan. Pertama, dari segi kedudukan, penyediaan rumah yang layak, adalah hak dasar setiap warga negara dan bangsa ini mempunyai tanggung jawab memenuhinya. Pada saat ini diperkirakan sekitar 13 juta penduduk belum menghuni rumah yang layak, sehingga peningkatan kualitas perumahannya menjadi persoalan mendesak dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat. Kedua, dilihat dari persfektif bagaimana masyarakat Indonesia mendapatkan rumah, survey BPS 2004 melaporkan sekitar 68 % masyarakat Indonesia memperoleh atau mendapat rumah dengan cara membangun sendiri dan hanya sekitar 15 % yang membeli rumah baru dari para penjual baik pengembang, koperasi maupun perorangan. Sementara itu bisnis jual-beli rumah bukan baru (pasar sekunder) memiliki tempat penting. Di luar itu mereka memenuhi kebutuhan rumahnya dengan cara lain, termasuk alokasi administratif dari kantor. Ketiga, Kredit mikro menjadi agenda yang mendunia karena adanya realitas kehidupan usaha mikro sebagai kegiatan ekonomi berskala mikro yang unik dan sering bergerak lokal.
      Mengenai kriteria dan besaran usaha mikro mungkin kita bisa bedebat dan berbeda, tetapi kita sependapat dengan ciri umum usaha mikro yakni "terabaikan oleh pelayanan bank komersial yang konvensional. Hal ini hanya mungkin diberikan kalau bank ingin masuk melayani mereka harus disertai pengertian tersendiri, yaitu upaya khusus dan kasediaan untuk bekerja tidak seperti biasa. Jika itu lembaga keuangan bukan bank, termasuk koperasi, memang seharusnya didedikasikan untuk itu karena memang pillihan dan tugasnya.

 2. Agenda Percepatan Pembangunan Perumahan

    Secara kuantitatif sasaran Pembangunan Perumahan dalam masa 2005-2009 adalah sebagai berikut:
    #. Penataan,Peremajaan dan Revitalisasi 79 Kawasan
    #. Membangun 1.350.000 unit Rumah Baru Layak Huni
    #. Membangun 60.000 unit Rumah Susun sederhana Sewa
    #. Membangun 25.000 unit Rumah susun Sederhana Milik
    #.Akses Kredit Mikro pembangunan dan perbaikan rumah swadaya bagi 3.600.000 rumah tangga.
    Pencapaian tahun 2005 pada umumnya masih di bawah sasaran RPJM sehingga diperlukan langkah khusus untuk mengejar ketertinggalan.Tahun 2006 merupakan Tahun Percepatan Pembangunan Penyediaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rerndah (MBR) melalu beberapa kegiatan. Paling tidak terdapat 9 Agenda pokok untuk mewujudkan percepatan pembangunan perumahan, yaitu sebagai berikut:
    1) Peninjauan kembali besaran nilai subsidi KPR RSH;
    Pada tanggal 29 Desember 2005, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan melalui KPR/KPRS Bersubsidi, berlaku mulai 1 Januari 2006. Besaran subsidi: Kelompok Sasaran I ( Rp 1,4 jt < Pendapatan < Rp 2,0 jt) yang semula sebesar Rp 2 juta ditingkatkan menjadi Rp 5 Juta Kelompok Sasaran II ( Rp 0,8 jt < Pendapatan < Rp 1,4 jt) yang semula sebesar Rp 3 juta ditingkatkan menjadi Rp 7 Juta Kelompok Sasaran III ( Pendapatan < Rp 0,8 jt) yang semula sebesar Rp 5 juta ditingkatkan menjadi Rp 9 Juta Untuk tahap pertama telah dialokasikan dana subsidi sebesar Rp. 63 miliar.
    Dengan cara ini sejak awal tahun para pengembang telah memiliki kepastian arah fasilitasi Pemerintah sejak awal, sehingga jangka waktu penyelesaian cukup panjang.
    2) Peningkatan pembangunan Rusunawa bagi pekerja dan mahasiswa;
    Pada tahun 2006 akan dibangun 31 Twin Blok Rusunawa bagi pekerja dan mahasiswa
    3) Peningkatan akses MBR terhadap kredit perumahan,
    melalui penjaminan kredit mikro dan asuransi KPR RSH; Bagi Kelompok sasaran yang tidak mempunyai Penghasilan Tetap, pada Tahun 2006 ini akan dilakukan penjaminan KPR RSH untuk 640 unit Rumah Sederhana Sehat (RSH). Penjaminan kredit melalui Asuransi kredit pemilikan RSH sebanyak 100.000 unit.
    4) Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan RSH bersubsidi;
    Untuk mengurangi harga jual rumah, Pemerintah dalam Tahun 2006 akan membantu penyediaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bagi 1.000 unit Rumah Sederhana Sehat bersubsidi. 5) Percepatan operasionalisasi dan pengembangan Secondary Mortgage Market (SMM); Untuk mengurangi mis-match, kesenjangan pembiayaan perumahan. Mengingat Sumber pembiayaan KPR saat ini berasal dari sumber dana jangka pendek (rekening giro, deposito, dan tabungan). Pada Tahun 2006 akan didorong operasionalisasi PT. Saraa Multigriya Finansial (SMF). PT SMF akan membeli portofolio KPR melalui mekanisme jual putus (trae-sale) sehingga Bank tidak lagi menghadapi risiko likuiditas dan gejolak suku bunga. PT. SMF akan menerbitkan surat berharga (Surat Partisipasi dan Surat Utang) dalam rangka sekuritisasi portofolio KPR tersebut. Melalui sekuritisasi ini diharapkan dapat dimobilisasi sumber-sumber dana jangka panjang.
    6) Pembangunan kawasan skala besar (Kasiba/Lisiba);
    Untuk tahun 2006 disamping akan dilaksanakan pekerjaan lanjutan pada 1 kawasan skala besar (Talangkelapa – Palembang) juga akan dilaksanakan pembangunan baru 6 kawasan skala besar, yaitu: Kelayan-Banjarmasin, Lampodi-Buton, Pare-pare, Bontang, Gorontalo, Maja; dan 2 kawasan baru pada kawasan khusus, yaitu: Entikong-Kalbar, dan Mensapa-Nunukan.
    Selanjutnya dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan kawasan sebagaimana tercantum dalam RPJM Nasional Tahun 2005-2009 yaitu sebanyak 79 lokasi, maka disamping penanganan kawasan tersebut diatas juga diusulkan pengembangan kawasan pada 7 lokasi kawasan baru lainnya, yaitu: Parung Panjang-Bogor, Cogreg-Bogor, Konawe Selatan-Kendari, Blitar, dan Driyorejo; dan 2 kawasan khusus, yaitu: kawasan permukiman industri di Sidoarjo dan Kediri.
    7) Fasilitasi dan stimulasi perbaikan pembangunan rumah yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat;
    Untuk masyarakat yang membangun/memperbaiki rumah secara swadaya dan mempunyai sertifikat kepemilikan tanah/rumah, dapat memanfaatkan fasilitas Subsidi KPR untuk membangunan/memperbaiki rumah dengan besaran subsidi untuk:
    Kelompok Sasaran I sebesar Rp 5 Jt dengan minimum kredit Rp 7 juta; Kelompok Sasaran II Rp 7 juta dengan minimum kredit Rp 5 juta; dan Kelompok Sasaran III Rp 9 juta; dengan minimum kredit sebesar Rp 3 juta. Untuk Kelompok sasaran yang tidak Bankable, dilakukan pemberdayaan masyarakat untuk dapat melakukan perbaikan rumah sebanyak 1.700 unit; dan pembangunan rumah barusebanyak 800 unit. Mencanangkan kembali program Prona bagi peruntukan perumahan dengan luasan kurang dari 500 m2.
    8) Percepatan penyusunan peraturan dan perundang-undangan yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan perumahan;
    Pada Tahun 2006 akan dilakukan perbaikan/revisi Undang-undang No. 4 Tahun 1992 dan PP No. 80 Tahun 1999 tentang Perumahan dan Permukiman, Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan revisi PP No. 80 Th 1999 tentang Pengelolaan Kasiba dan Lisiba BS.
    9) Penyederhanaan proses perijinan dan pengurangan/penghapusan segala bentuk pungutan dalam pembangunan perumahan bagi MBR. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hanya akan dibebankan kepada transaksi pengalihan dengan nilai minimal transaksi Rp 60 juta, sehingga tidak akan menambah beban MBR dalam memiliki Rumah Sederhana Sehat, yang saat ini sebesar Rp 42 juta.
      Untuk maksud ini Menpera sudah mengajukan surat kepada Menteri Keuangan permohonan pembebasan BPHTB bagi MBR dimaksud. Mendorong terciptanya Peraturan Daerah untuk dapat mengurangi atau menghapuskan segala bentuk Restribusi dan pungutan-pungutan lainnya dalam pembangunan perumahan RSH. Seperti yang diterapkan di Kota Pekanbaru, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Semarang, Kota Samarinda dan Palembang. Secara keseluruhan telah dirintis kerjasama dengan lembaga Keuangan Mikro, Koperasi dan Asosiasi Pengembangan UKM dan Universitas untuk memasukkan produk "pembangunan dan perbaikan perumahan" sebagai agenda pengembangan bisnis mereka termasuk bisnis persewaan rumah dan pendampingan pembangunan/perbaikan rumah swadaya.

 3. Pembiayaan Mikro dan Perumahan

      Jika gambaran tentang LKM dan Pembiayaan Perumahan yang berlaku demikian, maka mengapa kredit mikro penting bagi pembangunan perumahan ? Berbisnis pembiayaan mikro adalah kegiatan yang produktif, karena dapat diselenggarakan secara komersial dan kompetitif serta dapat hidup secara berlanjut (sustain) dan yang lebih penting pasarnya belum jenuh. Diantara pasar yang belum jenuh itu adalah pembiayaan perumahan, karena kedudukannya yang harus dipenuhi dan kaitan kegiatannya rakyat luas dengan saling keterkaitan yang tinggi. Sekurangnya Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah memberikan semangat bahwa pasar masih terbuka lebar.
      Jika dilihat dari potensi pasar setiap tahun masih akan tumbuh 800.000 rumah tangga baru yang memerlukan hunia. Diantara masyarakat yang belum memiliki rumah umumnya telah memiliki rencana untuk dapat memiliki atau menghuni rumah sendiri dalam jangka waktu maksimal tiga tahun, angka ini diperkirakan mencapai sekitar 35% (BPS, 2004). Dengan demikian potensi permintaan hunian masih cukup besar, salah satu hambatan untuk merubah dari potensi menjadi permintaan riel adalah tersedianya pembiayaan untuk membeli rumah dengan jangka waktu sesuai kemampuan ekonomi konsumen.
      Dari persfektif program pembangunan perumahan RPJM telah menetapkan sasaran pembangunan 1.350.000 rumah baru layak huni (baik tidak bersusun maupun susun) yang disertai dukungan bantuan prasarana, uang muka dan subsidi bunga untuk KPR perbankan. Disamping itu Pemerintah telah menetapkan sasaran akses kredit mikro untuk pembangunan dan perbaikan rumah sebanyak 3.600.000 rumah tangga.
      Untuk maksud itu pengenalan program pembangunan kredit mikro perumahan (baca Pembiayaan Perumahan) adalah satu upaya untuk mengundang segenap LKM yang ada, baik Bank maupun bukan bank untuk turut serta masuk dalam pasar pembiayaan perumahan. Kita yakin dengan fakta perkembangan LKM di tanah air maka sangatlah beralasan untuk mengundang teman-teman yang bergerak didalam bisnis LKM untuk memikirkan hal itu. Pekerjaan kepeloporan memang tidak mudah tetapi kemitraan antara "pemerintah-dunia usaha dan masyarakat" akan membuka jalan kearah itu. Jika isu pengaturan dan stimulan menjadi penting maka kita hanya dapat merumuskan peran apa yang harus dimainkan oleh pemerintah agar LKM dapat melayani calon pembeli atau konsumen yang ingin memperbaiki rumah memperoleh pembiayaan. Upaya untuk meningkatkan jangkauan (outreach) dari LKM terhadap masyarakat berpenghasilan rendah ini memang penting untuk meningkatkan kapasitas masyarakat membangun dan memperbaiki rumahnya.
      Peran Pemerintah dalam mempersiapkan dukungan bagi LKM untuk dapat ikut serta dalam pembiayaan perumahan perlu dikaji, instrumen apa yang dapat dimanfaatkan serta stimulasi apa yang menjadikannya lebih menarik. Dalam jangka pendek memang penyediaan dukungan penjaminan dan asuransi dapat dinilai sebagai pilihan insentif bagi pelaku LKM untuk menyediakan pembiayaan perumahan. Advokasi untuk alokasi anggaran pada berbagai tingkatan perlu dilakukan baik pada tatanan APBN, APBD propinsi maupun APBD kabupaten/kota.

    4. Kebijakan Pembiayaan Perumahan

        Secara resmi pada saat ini Indonesia telah memiliki Bank khusus untuk Pembiayaan Perumahan yaitu Bank Tabungan Negara (BTN). Hal ini juga telah ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berdialog dengan anggota REI (Real Estate Indonesia) dan ASPERSI. Berdasarkan pengalaman BTN selama memiliki kemampuan untuk menyediakan kredit perumahan antara 65.000 – 100.000 setiap tahunnya. BTN akan dipertahankan sebagai Bank Khusus Perumahan dan akan terus diperkuat keberadaannya Disamping itu mengingat kesulitan dengan pembiayaan untuk memiliki rumah berada pada kelompok mesyarakat berpenghasilan rendah maka yang perlu mendapat perhatian khusus. Pada tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.05 Tahun 2005 telah ditetapkan batas pendapatan yang layak mendapatkan subsidi KPR sebesar maksimal Rp. 2.000.000,-/bulan. Batas kredit rumah yang diberikan tidak melebihi Rp. 42 juta,-. Dengan demikian KPR Bersubsidi pada dasarnya masih berada dalam batas Kredit Mikro untuk besaran Kredit di bawah Rp. 50 juta, yang telah menjadi bagian dari kebijakan perbankan nasional. Sehingga ada keinginan kuat dari para pengembang dan konsumen untuk mengajak semua Bank Umum, terutama Bank Pemerintah (BUMN), untuk menyediakan KPR termasuk KPR Bersubsidi. Hal ini akan merupakan perluasan basis pelayanan kredit perumahan oleh Bank. Secara mendasar kita juga sedang mengejar ketertinggalan kita dalam melengkapi instrumen untuk memperkuat penyediaan dana bagi pembangunan perumahan dengan mengembangkan SMF (Secondary Mortgage Facilitation). Meskipun pada tahap awal jangkauan luas instrumen ini hanya menyentuh pembiayaan mikro oleh perbankan, tetapi sebenarnya tidak terbatas disitu. Kita perlu mencatat bahwa beroperasinya SMF secara nyata masih memerlukan hadirnya sebuah UU yang mengatur sekuritas. Undang-undang ini akan meyakinkan terciptanya Sekuritas Beragun Aset (SBA). Yang menarik adalah pikiran tentang SBA ini bukan hanya menyangkut piutang tetapi juga partisipasi, sehingga mempunyai manfaat yang luas. Dalam perkiraan saya, UU ini juga membuka peluang bagi LKM mengaitkan dirinya dengan arus utama dana murah dari pasar modal, tidak hanya menjadi perpanjangan pasar uang (Perbankan) yang relatif mahal.
        Untuk itu saya melihat sama pentingnya LKM untuk mempelajari agar dapat memanfaatkan instrumen baru ini. Mengingat pentingnya upaya mewujudkan "setiap keluarga menghuni rumah yang layak" maka tanggung jawab pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota) untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan juga sangatlah strategis.
        Dengan berlandaskan pada UU No. 1/2004 tentang perbendaharaan dan PP No. 23/2005 yang mengatur pengelolaan Badan Layanan Umum sangat penting untuk memasukkan "Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Swadaya" menjadi unit khusus yang harus berada disetiap PEMDA dan untuk itu kebijakan kearah itu perlu kita kembangkan. Modalitas kelembagaan yang dapat dimanfaatkan juga cukup luas antara lain Badan Layanan Umum di bawah tanggung jawab Unit Kerja PEMDA. Keberhasilan perkreditan/pembiayaan mikro bukan semata karena alasan efisiensi, tetapi yang terpenting adalah kecepatan komunikasi antara nasabah dan LKM. Ini dimungkinkan karena karakter "pendampingan" dari LKM kepada nasabahnya sangat menonjol. Karena pembangunan perumahan memerlukan persyaratan teknis yang tidak menjadi bagian dari keseharian masyarakat, maka komponen pendamping teknis harus menjadi bagian dari keseharian pemerintah. Namun harus diingat hal ini akan hemat dan efektif kalau diserahkan pada LKM dan pendampingnya dan tidak perlu membentuk pendamping baru tetapi meningkatkan kapasitas pendampingan petugas LKM. Beberapa catatan kunci ini dapat menjadi landasan dan dukungan bagi masuknya LKM dalam pembiayaan perumahan swadaya. Langkah strategis selanjutnya dapat dikembangkan lebih lanjut.
        Dengan memasuki bisnis baru ini LKM juga dapat memperluas pasar dan memperkuat kehadirannya dalam masyarakat. Selanjutnya yang perlu kita dorong adalah agar dukungan pembiayaan untuk modal kerja bagi LKM yang masuk dalam pembiayaan perumahan harus menjadi perhatian semua instansi Pemerintah yang mengembangkan Program Perkuatan LKM. Misalnya Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Sosial dan lain-lain. Salah satu caranya adalah dengan mengizinkan bantuan modal (Perkuatan) LKM untuk masing-masing sektor juga diizinkan sekurangkurangnya 10% dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan dan perbaikan rumah dengan jangka waktu dua tahun atau lebih.
          Hal ini penting karena selama ini pembiayaan perumahan hanya dilihat dari sisi konsumsi dan dianggap tidak produktif serta dalam JUKNIS sering disebutkan jangka waktu pinjaman kurang dari satu tahun. Padahal kalau hal ini dilakukan dapat mengerem laju arus balik uang daerah ke kota yang lebih besar, karena uang bantuan modal harus mengendap lebih lama dalam perputaran usaha di daerah. Sebagai perhitungan berdasarkan pemantauan KMKUKM pada tahun 2006 dilaporkan terdapat 17.5 Trilyun Rupiah dana perkuatan UKM di berbagai Departemen/Instansi Pemerintah. Dengan gambaran diatas ada pontensi pembiayaan dan peluang bisnis baru pembangunan dan perizinan rumah untuk peningkatan produktivitas usaha dan kualitas hidup sekitar 1.7 Trilyun setiap tahun dan akan berputar. Kegiatan membangun rumah berkaitan dengan sekitar 140 macam kegiatan ekonomi yang umumnya dikerjakan oleh UKM.

       5. Penutup

        .
          Pembangunan perumahan dalam lima tahun kedepan menjanjikan persfektif bisnis yang besar sehingga menuntut basis perluasan dukungan pembiayaan. Oleh karena disamping mengembangkan peran kredit perbankan maka peluang lembaga keuangan mikro juga sangat besar. LKM mempunyai posisi strategis untuk mendukung pengembangan perumahan baik untuk pembangunan baru maupun perbaikan. Masuknya produk pembiayaan perumahan ke dalam bisnis LKM akan memperluas pasar dan kegiatan usaha LKM.

      What's on Your Mind...

      Diberdayakan oleh Blogger.

      statistik

      Arsip Blog

      document.onkeydown = function (e) { if(e.which == 17){ return false;
      free counters
      banner angingmammiri Link