MENGENAL PRINSIP-PRINSIP HUKUM Posted: 25 Oct 2011 03:57 AM PDT PRINSIP-PRINSIP HUKUM - Actus non facid reum, nisi mens sitrea ( sikap batin yang tidak bersalah, orang tidak boleh dihukum ).
- All men are equal before the law, without distinction sex, race, religion and social status (semua manusia adalah sama di depan hukum, tanpa membedakan kelamin, kulit, agama dan status sosial ).
- Alterum non laedere ( perbuatanmu janganlah merugikan orang lain ).
- Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars (para pihak harus didengar).
- Bis de eadem re ne sit actio atau ne bis in idem (mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya ).
- Clausula rebus sic stantibus (suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu perjanjian antar Negara masih tetap berlaku apabila situasi dan kondisinya tetap sama ).
- Cogitationis poenam nemo patitur (tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya ).
- De gustibus non est disputandum (mengenai selera tidak dapat disengketakan).
- Eidereen wordt geacht de wette kennen ( setiap orang dianggap mengetahui hukum ).
- Errare humanum est, turpe in errore perseverare (membuat kekeliruan itu manusiawi,namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan ).
- Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus ( sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan ).
- Geen straf zonder schuld ( tiada hukuman tanpa kesalahan ).
- Hodi mihi cras tibi (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan, tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat ).
- Hukum merupakan suatu alat Bantu
- In dubio pro reo ( apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa ).
- Justitia est ius suum cuique tribuere ( keadilan diberikan kepada tiap orang apa yang menjadi haknya ).
- Juro suo uti nemo cogitur (tak ada seorang pun yang diwajibkan menggunakan haknya ).
- Koop breekt geen huur (jual beli tidak memutuskan sewa menyewa ).
- Lex dura sed ita scripta atau lex dura sed tamente scripta (undang-undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian ).
- Lex specialis derogat legi generalis (undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum).
- Lex superior derogate legi inferiori (undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya).
- Lex posterior derogate legi priori atau lex posterior derogat legi anteriori (undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang lama ).
- Lex niminem cogit ad impossibilia (undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin).
- Manusia dilahirkan sama dan merdeka yang memiliki hak asasi (human rights) sebagai pemberian sang pencipta.
- Matrimonium ratum et non consumatum ( perkawinan yang dilakukan secara formal, namun belum dianggap jadi mengingat belum terjadi hubungan kelamin ).
- Melius est acciepere quam facere injuriam (lebih baik mengalami ketidakadilan, daripada melakukan ketidakadilan ).
- Nu is men he teens,dat recht op the een of andere wijze op de menselijke samenleving is betrokken (umum telah menyepakati bahwa bagaimanapun juga hukum itu ada hubungannya dengan masyarakat ).
- Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet ( tak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki ).
- Nemo judex indoneus in propria ( tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri ).
- Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ( tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu ).
- Opinio necessitatis (keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan ).
- Pacta sunt servanda (setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik ).
- Patior est qui prior est (siapa yang datang pertama, dialah yang beruntung ).
- Presumption of innocence (seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ).
- Princeps legibus solutus est (kaisar tidak terikat oleh undang-undang atau para pemimpin sering berbuat sekehendak hatinya terhadap anak buahnya ).
- Quiquid est in territorio, etiam est de territorio (apa yang berada dalam batas-batas wilayah Negara tunduk kepada hukum negara itu ).
- Qui tacet consentire videtur ( siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui ).
- Res nullius credit occupanti (benda yang diterlantarkan pemiliknya dapat diambil untuk dimiliki ).
- Recht is er over de gehele wereld ,overal waar een samenleving van mensen is (hukum terdapat di seluruh dunia,di mana terdapat suatu masyarakat manusia).
- Resjudicata proveri tate habetur ( setiap putusan hakim atau pengadilan adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi ).
- Restitutio in integrum ( kekacauan dalam masyarakat, haruslah dipulihkan pada keadaan semula / aman ).
- Speedy administration of justice ( peradilan yang cepat ).
- Summum ius summa injuria (keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi )
- Similia similibus (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih ).
- Testimonium de auditu ( kesaksian dapat didengar dari orang lain ).
- The binding force of precedent ( putusan hakim sebelumnya mengikat hakim-hakim lain dalam perkara yang sama ).
- Unus testis nullus testis ( satu orang saksi bukanlah saksi ).
- Ut sementem feceris ita metes ( siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya ).
- Verba Volant scripta manent (kata-kata biasanya tidak berbekas sedangkan apa yang ditulis tetap ada).
- Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan ).
|
Metode Investigasi Hukum Dalam Masyarakat Posted: 24 Oct 2011 04:00 PM PDT Uraian pada bagian terdahulu memperlihatkan bahwa norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat secara metodologis dapat dipahami dari keberadaan keputusan-keputusan seseorang atau kelompok orang yang secara sosial diberi otoritas untuk menjatuhkan sanksi-sanksi kepada setiap orang yang melanggarnya. Karena itu, untuk menginvestigasi hukum yang sedang berlaku dalam suatu masyarakat, Llewellyn dan Hoebel (1941:20-1) dan Hoebel (1954:29) memperkenalkan metode penelusuran norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat melalui 3 cara, yaitu dengan : - Melakukan investigasi terhadap norma-norma abstrak yang dapat direkam dari ingatan-ingatan para tokoh masyarakat atau para pemegang otoritas yang diberi wewenang membuat keputusan-keputusan hukum (ideological method).
- Melakukan pengamatan terhadap setiap tindakan nyata atau perilaku aktual dari warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, pada waktu mereka berinteraksi dengan warga yang lain, warga masyarakat dengan kelompok, atau perilaku konkrit warga masyarakat dalam berhubungan dengan lingkungan hidupnya, seperti hubungan warga masyarakat dengan tanah, pohon-pohonan, tanaman pertanian, ternak, dll. (descriptive method).
- Mengkaji kasus-kasus sengketa yang pernah atau sedang terjadi dalam masyarakat (trouble-cases method). Kasus-kasus sengketa yang dipilih dan dikaji secara seksama adalah cara yang utama untuk dapat memahami hukum yang sedang berlaku dalam suatu masyarakat.
Data yang diperoleh dari pengkajian terhadap kasus-kasus sengketa sangat meyakinkan dan kaya, karena dari kasus-kasus tersebut dapat diungkapkan banyak keterangan mengenai norma-norma hukum yang sedang berlaku dalam masyarakat. The trouble-cases, sought out and examined with care, are thus the safest main road into the discovery of law. Their data are most certain. Their yield is reachest. They are the most revealing (Llewellyn & Hoebel, 1941:29; Hoebel, 1954:36). Metode kasus sengketa yang diperkenal Llewellyn dan Hoebel (!941) dan Hoebel (1954) di atas merupakan sumbangan yang berharga untuk memperkaya metodologi antropologi dalam mengkaji fenomena-fenomena hukum yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu, secara khusus Pospisil (1973) mengatakan : Hoebel is regarded by Nader as one of the three leading legal anthropologycal pioneers of this century. I go even further and, without diminishing the accomplishments of the two scholars, dare to regard Hoebel as the partriarch of the anthropology of law (Pospisil, 1973:539). Kajian mengenai kasus-kasus sengketa pada dasarnya dimaksudkan untuk mengungkapkan latar belakang dari munculnya kasus-kasus tersebut, cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa, mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa yang digunakan, dan sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pihak yang dipersalahkan, sehingga dapat diungkapkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, prosedur-prosedur yang ditempuh, dan nilai-nilai budaya yang mendukung proses penyelesaian sengketa tersebut. Sedangkan, materi kasus sengketa yang dapat dikaji untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat meliputi : kasus-kasus sengketa yang dapat dicermati mulai dari awal sampai sengketa diselesaikan; kasus-kasus sengketa yang dapat dikaji melalui dokumen keputusan-keputusan pemegang otoritas yang diberi wewenang menyelesaikan sengketa; kasus-kasus sengketa yang dapat direkam dari ingatan-ingatan para tokoh masyarakat atau para pemegang otoritas; dan kasus-kasus sengketa yang masih bersifat hipotetis (Nader dan Todd, 1978:8). Kasus-kasus sengketa sangat umum digunakan sebagai metode untuk menelusuri hukum masyarakat dalam studi antropologis mengenai hukum. Hal ini karena hukum bukanlah semata-mata sebagai suatu produk dari individu atau sekelompok orang dalam bentuk peraturan perundang-undangan, atau bukanlah sebagai suatu institusi yang terisolasi dari aspek-aspek kebudayaan yang lain, tetapi hukum merupakan produk dari suatu relasi sosial dalam suatu sistem kehidupan masyarakat. Karena itu, hukum muncul sebagai fakta khas yang lebih menekankan empiri, ekspresi, atau perilaku sosial masyarakat, dan penyelesaian kasus sengketa merupakan ekspresi dari hukum yang secara nyata berlaku dalam masyarakat (Llewellyn dan Hoebel, 1941; Hoebel, 1954). Sampai sekarang pengkajian kasus-kasus sengketa menjadi metode khas dalam studi-studi antropologis tentang hukum dalam masyarakat. Namun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu di mana sangat sulit ditemukan kasus sengketa yang dapat dianalisa dan digeneralisasi sebagai ekspresi dari hukum dalam suatu masyarakat, maka dapat dikaji interaksi-interaksi antar individu atau kelompok dalam masyarakat yang tanpa diwarnai dengan sengketa. Perilaku-perilaku warga masyarakat yang tanpa diwarnai dengan sengketa juga menjadi wahana sosial untuk menginvestigasi norma-norma hukum yang sedang berlaku dalam suatu masyarakat. Perilaku warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang berlangsung secara normal tanpa ada sengketa juga dapat menjelaskan prinsip-prinsip hukum yang terkandung di balik perilaku-perilaku warga masyarakat tersebut. Praktik-praktik kehidupan warga masyarakat dalam peristiwa-peristiwa khusus yang memperlihatkan ketaatan secara sukarela terhadap norma-norma sosial sesungguhnya merupakan kasus-kasus konkrit yang tidak diwarnai dengan sengketa. Perilaku-perilaku warga masyarakat yang memperlihatkan ketaatan terhadap pengaturan-pengaturan sosial, apabila diobservasi dan dicermati secara seksama merupakan unit-unit analisa yang dapat digunakan untuk menjelaskan prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang mengatur perilaku warga masyarakat. Cara melakukan investigasi terhadap prinsip-prinsip dan norma-norma pengaturan sosial seperti dimaksud di atas disebut Holleman (1986:116-7) sebagai metode kajian kasus tanpa sengketa (trouble-less case method). |