MataKuliah.info

MataKuliah.info


Askep Anak Kejang Demam

Posted: 22 Nov 2011 03:09 AM PST

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)

Etiologi

Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :

    1. Obat – obatan
      racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan

 

    1. Ketidak seimbangan kimiawi
      hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis

 

    1. Demam
      paling sering terjadi pada anak balita

 

    1. Patologis otak
      akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik

 

    1. Eklampsia
      hipertensi prenatal, toksemia gravidarum

 

  1. Idiopatik
    penyebab tidak diketahui

Tanda dan Gejala

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :

  1. Kejang demam sementara
    • Umur antara 6 bulan – 4 tahun
    • Lama kejang lebih dari 15 menit
    • Kejang bersifat umum
    • Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
    • Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
    • Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
  2. Kejang demam komplikata
    • Diluar kriteria tersebut diatas

Komplikasi

  1. Kejang berulang
  2. Epilepsi
  3. Hemiparese
  4. Gangguan mental dan belajar

Pemeriksaan Diagnostik

    1. Darah
      Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <>BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
      Elektrolit : K, Na
      Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
      Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
      Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

 

    1. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.

 

    1. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

 

    1. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

 

    1. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

 

  1. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

Penatalaksanaan Medik

  1. Pemberian diazepam
    • dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan)
    • bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit.
  2. Turunkan demam
    • anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
    • kompres air biasa
  3. Penanganan suportif
    • bebaskan jalan nafas
    • beri zat asam

Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2010/01/askep-asuhan-keperawatan-anak-kejang.html

Download Askep Anak Kejang Demam Gratis :

dan

Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Kejang Demam

Pengkajian

Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

  1. Data subyektif
      • Biodata/Identitas
        Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
        Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
    • Riwayat Penyakit
        1. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada kejang ?
          Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
        1. Apakah disertai demam ?
          Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
        1. Lama serangan
          Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
        1. Pola serangan
          • Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
          • Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
          • Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
          • Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
            Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
        2. Frekuensi serangan
          Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
        1. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
          Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
        1. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
          Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
        1. Riwayat penyakit dahulu
          • Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
          • Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
        2. Riwayat kehamilan dan persalinan
          Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
        1. Riwayat imunisasi
          Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
      1. Riwayat perkembangan
        Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :

        • Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
        • Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
        • Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
        • Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
      2. Riwayat kesehatan keluarga.
        • Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)
        • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?
        • Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
      3. Riwayat sosial
        • Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak?
        • Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
      4. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
        • Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
        • Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
          • Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
          • Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
          • Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
      5. Pola nutrisi
          • Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
        • Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
      6. Pola eliminasi
        • BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
        • BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
      7. Pola aktivitas dan latihan
        • Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
        • Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
        • Aktivitas apa yang disukai?
      8. Pola tidur/istirahat
        • Berapa jam sehari tidur?
        • Berangkat tidur jam berapa?
        • Bangun tidur jam berapa?
        • Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
  2. Data Obyektif
      • Pemeriksaan Umum
        Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
    • Pemeriksaan Fisik
        1. Kepala
          Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?
        1. Rambut
          Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
        1. Muka/ wajah
          Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
        1. Mata
          Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
        1. Telinga
          Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
        1. Hidung
          Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
        1. Mulut
          Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
        1. Tenggorokan
          Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
        1. Leher
          Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
        1. Thorax
          Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
        1. Jantung
          Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
        1. Abdomen
          Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
        1. Kulit
          Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
        1. Ekstremitas
          Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
      1. Genetalia
        Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

    1. Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

 

  1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Intervensi

Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :

  • Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
  • Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
  • Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
  • Pengetahuan tentang risiko
  • Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh

    • Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
      Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

 

    • Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
      Rasional : meningkatkan keamanan klien.

 

    • Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
      Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

 

    • Letakkan klien di tempat yang lembut.
      Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.

 

    • Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
      Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

 

  • Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
    Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Thermoregulation

Kriteria Hasil :

  • Suhu tubuh dalam rentang normal
  • Nadi dan RR dalam rentang normal
  • Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment

    • Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
      Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

 

    • Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
      Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.

 

    • Pertahankan suhu tubuh normal
      Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

 

    • Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
      Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

 

    • Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
      Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.

 

    • Atur sirkulasi udara ruangan.
      Rasional : Penyediaan udara bersih.

 

    • Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
      Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

 

  • Batasi aktivitas fisik
    Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

Ilmu Kedokteran : Terapi Pijat Gusi untuk Sembuhkan Asma

Posted: 21 Nov 2011 03:08 PM PST

Gangguan asma ternyata bisa dikurangi dengan pijatan di gusi. Penerapinya juga bukan harus dokter spesialis paru. Sangat bagus jika dokter puskesmas menguasai teknik terapi temuan Dr drg Haryono Utomo SpOrt itu.

 

ALAT terapi tersebut berupa besi steril seukuran jarum goni sepanjang 10 cm, ujungnya berbentuk bulan sabit. Di kalangan dokter gigi, alat itu biasa dipakai membersihkan karang gigi. Namanya sickle shaped scaler. Tapi, bagi Dr drg Haryono Utomo SpOrt, besi kecil tersebut juga bisa digunakan memijat gusi.

Caranya simpel. Gusi geraham bagian atas ditekan-tekan dengan alat tersebut sekitar tiga menit, nyut… nyut… yut… selesai. Bayangan gusi ditekan dengan besi tentu sangat sakit. Tapi, "Pemijatan seperti itu sama sekali tak menimbulkan rasa sakit," kata Haryono.

Ternyata, pijatan tersebut bisa mengurangi berbagai keluhan penyakit. Mulai vertigo, nyeri haid, sinusitis, asma, hingga keluhan sulit tidur. Haryono menamakan terapi itu sebagai assisted drainage. Atas temuannya tersebut, pria 50 tahun itu mendapat anugerah sebagai lulusan terbaik program doktoral ilmu kedokteran Universitas Airlangga (Unair) tahun lalu.

Haryono menjelaskan, gusi merupakan tempat mengumpulnya kuman. Karena itu, rongga mulut yang tidak bersih sangat rentan memicu penyakit. Pemijatan pada gusi bisa memicu peningkatan suhu lokal. "Langkah itu juga melebarkan pembuluh darah," katanya.

Jika pembuluh darah lancar, pertahanan tubuh akan meningkat. Memang, ketika dipijat, gusi akan mengeluarkan darah. Namun, sama sekali tak sakit karena yang keluar itu adalah darah kotor. "Kalau pembuluh darah lancar, racun akan lebih mudah dinetralisasi," paparnya.

Dokter yang sehari-hari bertugas di klinik spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Unair, itu melakukan terapi pijat gusi sejak 1996. Suatu hari, dia didatangi pasien seorang dokter yang meminta pembersihan karang gigi. "Karang gigi saya bersihkan disertai pemijatan gusi," kata Haryono yang merahasiakan nama dokter pasiennya itu. Beberapa hari kemudian, dokter tersebut mengontak Haryono. "Dia girang karena vertigo yang lama diidapnya juga lenyap," ungkapnya.

Tampaknya, kabar itu berkembang dari mulut ke mulut, sehingga Haryono tak hanya didatangi pasien dengan keluhan seputar gusi dan gigi. "Yang datang ke saya justru (pasien) macam-macam (keluhan). Mulai nyeri haid sampai sulit tidur," paparnya. "Untungnya, terapi pijat gusi ternyata membuahkan hasil. Saya juga heran, sederhana kok hasilnya luar biasa," lanjut dia.

Melihat kenyataan itu, Haryono berusaha meneliti lebih dalam pengalaman praktiknya tersebut. Pada 2007, bersama Dr dr Anang Endaryanto SpA (K), dia meneliti terapi gusi untuk penyembuhan asma anak-anak.

Haryono menerapi 30 anak pengidap asma. "Saya terapi (pijat gusi, Red) tiga menit," ujarnya. Dua bulan setelah terapi, dicek. Apakah masih ada gangguan asma. Ternyata, tidak ada.

Dokter Anang juga menguji faal paru anak-anak tersebut, ternyata tidak ada masalah. Menurut dia, jalur persarafan antara rongga mulut dan hidung sama, yakni nervus maxillaris.

Di Indonesia, asma termasuk penyakit menakutkan. Hasil penelitian Departemen Kesehatan -kini Kementerian Kesehatan- pada 2007 menggambarkan, setidaknya satu di antara sepuluh anak mengidap asma.

Penelitian itu juga menjelaskan bahwa asma termasuk penyakit mematikan nomor tujuh di Indonesia. Menurut catatan WHO, pada 2005, sekitar 300 juta penduduk dunia mengalami gangguan asma.

Haryono melanjutkan penelitiannya melalui tikus wistar yang dikondisikan asma. "Ternyata, setelah gusi tikus dipijat, gangguan asmanya juga berkurang," urainya. Penelitian itulah yang mengantarkan dirinya meraih ijazah doktor.

Saat ujian doktor, Haryono bercerita, sejumlah guru besar dari kampus lain kagum pada penjelasannya. "Kok bisa dokter gigi menyembuhkan asma. Ternyata terbukti," katanya menirukan ucapan para guru besar itu. "Di text book mana pun, kata profesor (terapi pijat gusi, Red) itu juga tidak ada," lanjutnya lantas tertawa.

Pengalaman pria yang memulai karir sebagai dokter gigi pada 1985 itu kemudian ditularkan ke beberapa koleganya. Dia menjelaskan terapinya itu dalam berbagai seminar. Dia berharap dokter yang bertugas di puskesmas bisa menerapkan terapi temuannya tersebut. "Berapa besar nyawa orang terselamatkan bila dokter puskesmas bisa (terapi pijat gusi)," ujar pria yang pernah bertugas di Puskesmas Kedundung, Mojokerto, tersebut.

Haryono yang sebelumnya juga mengidap asma selama tujuh tahun terakhir tidak lagi merasakan serangan penyakit tersebut. Kini, dia mengaku lebih leluasa beraktivitas mulai pagi hingga petang. Selain bertugas di klinik spesialis Fakultas Kedokteran Gigi, Unair, dia buka praktik di rumahnya, di kawasan Dharma Husada. Dia juga bisa tidur telentang dengan pulas. Paginya bisa menjalankan aktivitas tanpa gangguan serangan pernapasan itu.

Dulu, ketika masih mengidap asma, saat malam, dokter kelahiran Magelang tersebut kadang harus beristirahat, duduk. Dia mengantisipasi jika asma tiba-tiba menyerang. "Kalau lagi kambuh, jangan coba-coba tidur telentang, rasanya seperti dibekap layaknya orang tenggelam," tuturnya.

Bahkan, jika serangan datang, bapak dua anak itu harus nungging-nungging menahan sakit. "Serangan macam-macam sudah saya rasakan. Saya termasuk lama menderita penyakit itu. Mulai usia delapan tahun sampai 43 tahun," katanya lantas tertawa.

Penyakit tersebut sedikit demi sedikit berkurang saat Haryono berobat ke dokter gigi. Kala itu, Haryono mendatangi klinik koleganya untuk membetulkan tambalan gigi geraham atas yang lepas. Gusinya memang tidak dipijat, tapi beberapa titik di gusinya pasti tersentuh saat penambalan. "Lho kok serangan asma saya berkurang," katanya. Setelah beberapa kali mendatangi klinik dan membetulkan geraham atasnya, serangan asma itu justru hilang sama sekali.

What's on Your Mind...

Diberdayakan oleh Blogger.

statistik

Arsip Blog

document.onkeydown = function (e) { if(e.which == 17){ return false;
free counters
banner angingmammiri Link